Sering Berubah & Diduga, Apakah Ambang Batas Parlemen Diperlukan?Sering Berubah & Diduga, Apakah Ambang Batas Parlemen Diperlukan?

MK menyatakan bahwa ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen harus diubah sebelum diadakan Pemilu 2029.

MK mengatakan bahwa perubahan harus dilakukan kepada norma ambang batas parlemen beserta besaran nilai ( angka ) atau presentasenya. Perubahan tersebut berpedoman pada persyaratan yang ditentukan.

Baca Juga : Suara PSI Tembus 3,13 Persen, PPP : Operasi Sayang Anak ?

Melihat periode sebelumnya, aturan bagi partai peserta pemilu di Indonesia beberapa kali mengalami perubahan. Pemilu 1999 mulai dikenal ambang batas kepesertaan pemilu atau electoral threshold.

Partai politik peserta pada Pemilu 1999 dapat menjadi peserta dalam Pemilu 2004 apabila telah memiliki sedikitnya 2 persen. Dari kursi DPR atau sedikitnya 3 persen kursi dari DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota, yang tersebar di separuh provinsi maupun separuh kabupaten/kota.

Sering Berubah & Diduga, Apakah Ambang Batas Parlemen Diperlukan?

Pemilu tahun 2004 meningkatkan ambang batas kepesertaan pemilu tersebut menjadi 3 persen kursi DPR. Atau paling sedikit 4 persen kursi DPRD provinsi atau kursi DPRD kabupaten/kota, yang tersebar di separuh provinsi maupun separuh kabupaten/kota.

Pemilu tahun 2009 kemudian mengatur ambang batas parlemen, yakni ambang batas perolehan suara. Untuk setiap parpol untuk ikut dalam penentuan perolehan kursi di DPR. Ketentuan pada ambang batas berupa perolehan suara secara nasional minimal 2,5 persen.

Dalam salah satu sidang yang diadakan oleh MK pada November 2023, Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Kemendagri. Yusharto Huntoyungo mengatakan bahwa penerapan ambang batas parlemen merupakan sebuah instrumen pengurangan jumlah partai politik. Yang ada di parlemen dalam rangka penyederhanaan sistem kepartaian.Sehingga dapat mewujudkan kondisi politik yang stabil

Sebagai pemohon dalam gugatan tahun ini, Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati mengapresiasi tindak putusan MK.

la mengatakan bahwa selama ini angka ambang batas parlemen ditetapkan dalman pembentuk UU, namun tidak pernah adanya alasan yang rasional dalam penentuan besaran angka tersebut.

Baca Lainnya : Anies Menyinggung Program dari Capres Prabowo Sudah Dibahas Pemerintah

Khoirunnisa menyebutkan bahwa ambang batas tetap perlu ada, karena lazim dalam halnya sistem pemilu proporsional. Namun untuk menentukan besarannya, harus dengan penghitungan yang rasional.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting (PRC) Rio Prayogo mengatakan. Bahwa ambang batas parlemen diperlukan agar terbentuknya sistem multi-partai yang sederhana dan ditopang partai- partai kokoh.

Menurut Rio, angka minimal 4 persen yang selama ini digunakan sudah sesuai dengan tujuan untuk memperkuat sistem multi-partai yang sederhana.

Terpisah, Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati berpendapat. Bahwa persentase ambang batas harus dibentuk dari kajian secara akademis. la menyarankan persentasenya agak tidak setinggi Pemilu 2019 dan Pemilu 2024.

Neni menilai terlalu tingginya ambang batas parlemen berpotensi untuk melanggar hak asasi caleg yang notabene memperoleh suara tinggi. Tetapi tidak dapat lolos karena partainya secara tingkat nasional tidak memenuhi persyarata ambang batas parlemen.

Neni berpendapat bahwa salah satu cara untuk penyederhanaan partai, namun tidak terjadi pelanggaran kedaulatan rakyat adalah dengan cara memperberat persyaratan administrasi pada tahap pencalonan peserta pemilu.

Menurutnya, persyaratan untuk dapat menjadi peserta pemilu bisa diperberat dengan cara memperbesar jumlah kepengurusan di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga pada tingkat desa.

la mengatakan pada pemilu sebelumnya, persyaratan administrasi untuk parpol baru, dengan adanya sipol, menjadi sebuah ruang gelap yang memudahkan partai politik untuk menjadi bagian dari peserta pemilu.

error: Content is protected !!