Pendahuluan
Kinerja Manufaktur RI Turun di Tengah Perang Tarif. Kabar kurang menggembirakan datang dari sektor manufaktur Indonesia. Di tengah tensi perang tarif global yang semakin memanas, kinerja industri pengolahan Tanah Air menunjukkan penurunan. Hal ini tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2025 yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, sekaligus mengindikasikan melemahnya optimisme di kalangan pelaku usaha.
Kinerja Manufaktur RI Turun di Tengah Perang Tarif. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Perindustrian, IKI April 2025 tercatat sebesar 51,90. Angka ini masih berada di zona ekspansi (di atas 50), namun menunjukkan penurunan signifikan sebesar 1,08 poin dibandingkan IKI Maret 2025 yang berada di angka 52,98. Penurunan ini juga memperlihatkan pelemahan sebesar 0,40 poin jika dibandingkan dengan IKI pada periode yang sama tahun sebelumnya (April 2024 sebesar 52,30). situs slot gacor andalan sejak 2019 di situs totowayang rasakan kemenangan dengan mudah.
Perang Tarif Global Beri Tekanan
Penurunan kinerja manufaktur ini disinyalir kuat dipengaruhi oleh dinamika perang tarif yang berkecamuk di tingkat global. Ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif yang saling dikenakan antar negara, terutama antara Amerika Serikat dan beberapa mitra dagang utama, memberikan tekanan signifikan terhadap sektor industri yang berorientasi ekspor.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, mengakui adanya penurunan IKI dan mengaitkannya dengan kondisi global. “Penurunan IKI April 2025 ini dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, terutama dinamika perang tarif yang sedang terjadi,” ujarnya.
Baca Juga: BI Ungkap Alasan Ekonomi RI Perkasa di Tengah Perang Dagang
Optimisme Pengusaha Melemah
Penurunan IKI juga mengindikasikan adanya pelemahan optimisme di kalangan pengusaha manufaktur. Data menunjukkan bahwa persentase pelaku usaha yang menyatakan kondisi usahanya menurun di bulan April 2025 meningkat menjadi 25,9%, naik 4,0% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, persentase responden yang menyatakan kondisi usahanya stabil sebesar 47,9%, dan yang menyatakan kondisi usahanya meningkat sebesar 26,2%.
Melemahnya optimisme ini tentu menjadi perhatian serius. Jika sentimen negatif terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak pada keputusan produksi, investasi, dan penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur.
Upaya Pemerintah Menghadapi Tantangan
Pemerintah Indonesia menyadari betul tantangan yang dihadapi sektor manufaktur di tengah gejolak ekonomi global. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menjaga daya saing industri dan menarik investasi, di antaranya:
- Diplomasi Ekonomi: Pemerintah aktif melakukan diplomasi dengan negara-negara mitra dagang untuk menjaga akses pasar dan menghindari dampak negatif perang tarif.
- Peningkatan Daya Saing: Berbagai kebijakan направлены на meningkatkan efisiensi produksi, kualitas produk, dan inovasi di sektor manufaktur.
- Hilirisasi Industri: Pemerintah terus mendorong hilirisasi sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
- Kemudahan Investasi: Berbagai insentif dan kemudahan investasi ditawarkan untuk menarik investor asing dan domestik ke sektor manufaktur.
- Pengawasan Impor: Pemerintah berupaya memperketat pengawasan terhadap impor yang tidak sehat, termasuk praktik transhipment, untuk melindungi industri dalam negeri.
Pemerintah berjanji akan terus berupaya mencari solusi untuk permasalahan yang dihadapi industri manufaktur.
Prospek ke Depan
Meskipun kinerja manufaktur menunjukkan penurunan dan optimisme pengusaha melemah, sektor ini masih berada dalam zona ekspansi. Pemerintah berharap berbagai upaya yang dilakukan dapat meredam dampak negatif perang tarif dan kembali mendorong pertumbuhan industri manufaktur.
Kesimpulan
Namun, tantangan global diperkirakan akan terus berlanjut. Pelaku usaha manufaktur perlu lebih adaptif dalam mencari peluang baru di pasar internasional dan domestik, serta meningkatkan efisiensi dan inovasi untuk tetap berdaya saing.